Konsep proses keperawatan diperkenalkan pada tahun 1950-an, tetapi konsep tersebut telah digunakan selama bertahun-tahun untuk mengembangkan proses pemerimaan menyeluruh sebagai bagian dari integral dari asuhan keperawatan. Konsep ini disadur dari pendekatan ilmiah terhadap pemecahan masalah dan memerlukan keterampilan (1) pengkajian (pengumpulan data secara sistematik yang berhubungan dengan klien dan masalahnya), (2) identifikasi masalah (analisis/interpretasi data), (3) perencanaan (penetapan tujuan dan solusi pilihan), (4) implementasi (pengaplikasian rencana ke dalam tindakan), dan evaluasi (pengkajian keefektifan rencana dan perubahan rencana sebagaimana diindikasikan oleh kebutuhan klien saat ini).
Proses keperawatan saat ini tercakup dalam kerangka konsep dari kurikulum keperawatan dan diterima secara legal dalam definisi keperawatan pada kebanyakan praktik tindakan perawat. Proses keperawatan juga merupakan dasar dari Standar Praktik Keperawatan Klinis Kesehatan Mental-Psikiatrik.
Untuk menggunakan proses ini, perawat harus dapat menunjukkan kemampuan dasar pengetahuan, intelegensi, serta kreativitas, dan juga keahlian dalam keterampilan interpersonal dan teknis. Beberapa asumsi kritis yang perlu dipertimbangkan oleh perawat dalam proses pengambilan keputusan, ialah :
Klien adalah manusia yang memiliki harga diri dan martabat.
Individu memiliki kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Apabila tidak terpenuhi, muncul masalah yang memerlukan intervensi dari orang lain hingga individu dapat mulai lagi bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Klien memiliki hak untuk jaminan kesehatan dan memperoleh asuhan keperawatan dengan perhatian, cinta kasih, dan kompetensi, yang berfokus pada kesehatan, pencegahan, dan pemulihan.
Hubungan terapeutik antara perawat-klien adalah suatu elemen yang kritis dalam proses ini.
Ruang lingkup dan Standar Praktik Keperawatan Klinis Kesehatan Jiwa menguraikan tingkat kompetensi asuhan keperawatan profesional dan kinerja profesional yang umum untuk perawat yang terlibat di tiap tatanan praktik keperawatan kesehatan jiwa. Standar ini ditujukan kepada perawat yang memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman praktik baik pada tingkat dasar atau tingkat lanjut keperawatan kesehatan jiwa.
Standar Asuhan
Standar asuhan berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan oleh perawat sepanjang proses keperawatan. Standar tersebut meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, identifikasi hasil perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Proses keperawatan merupakan landasan pengambilan keputusan klinis dan mencakup semua tindakan yang penting dilakukan oleh perwat dalam memberikan asuhan kesehatan jiwa kepada semua pasien.
Kondisi keperawatan dan perilaku keperawatan yang berhubungan dengan tiap standar asuhan keperawatan jiwa terlihat pada gambar berikut.
Standar I: Pengkajian
Perawat kesehatan jiwa mengumpulkan data kesehatan pasien
RASIONAL
Wawancara pengkajian-yang memerlukan keterwampilan komunikasi efektif secara linguistik dan budaya, wawancara, observasi perilaku, tinjauan catatan data dasar, dan pengkajian komprehesif terhadap pasien dan sistem yang relevan- yang memungkinkan perawat kesehatan jiwa untuk membuat penilaian klinis yang logis dan merencanakan intervensi yang tepat bersama pasien.
Standar II: Diagnosis
Perawat kesehatan jiwa menganalisis data pengkajian dalam menentukan diagnosis
RASIONAL
Landasan pemberian asuhan keperawatan kesehatan jiwa adalah pengenalan dan identifikasi pola respons terhadap masalah kesehatan jiwa dan gangguan jiwa yang aktual dan potensial.
Standar III: Identifikasi hasil
Perawat kesehatan jiwa mengidentifikasi hasil yang diharapkan dan bersifat individual untuk pasien.
RASIONAL
Dalam konteks pemberian asuhan keperawatan, tujuan yang paling utama adalah mempengaruhi hasl kesehatan dan meningkatkan status kesehatan pasien.
Standar IV: Perencanaan
Perawat kesehatn jiwa mengembangkan rencana asuhan yang menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan.
RASIONAL
Rencana asuhan digunakan untuk memandu intervensi terapeutik secara sistematis, mendokumentasikan kemajuan, dan mencapai hasil yang diharapkan pada pasien.
Standar V: Implementasi
Perawat kesehatan jiwa mengimplementasikan intervensi yang teridentifikasi dalam rencana asuhan.
RASIONAL
Dalam mengimplementasikan rencana asuhan, perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah penyakit fisik dan gangguan jiwa, meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan fisik dan jiwa. Perawat kesehatan jiwa memilih intervensi sesuai dengan tingkat praktiknya. Pada tingkat dasar, perwat dapat memilih konseling, terapi lingkungan, dan peningkatan aktivitas perawatan diri, skrining masukan dan evaluasi, intervensi psikobiologis, penyuluhan kesehatan, manajemen kasus, promosi dan pemeliharaan kesehatan, intervensi krisis, perawatan di masyarakat, perawatan kesehatan jiwa di rumah, telehealth, dan berbagai pendekatan lain untuk memenuhi kebutuhan kesehatan jiwa pasien. Selain pilihan intervensi yang tersedia untuk perawat kesehatan jiwa tingkat dasar, pada tingkat lanjut boleh memberikan konsultasi, terlibat dalam psikoterapi, dan membuat resep agens farmakologi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Standar Va: Konseling
Perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi konseling untuk membantu pasien meningkatkan atau memperoleh kembali kemampuan koping, memelihara kesehatan jiwa, dan mencegah gangguan jiwa dan disabilitas.
Standar Vb: Terapi lingkungan
Perawat kesehatan jiwa memberikan, membentuk, dan mempertahankan suatu lingkungan terapeutik dalam kolaborasinya dengan klien dan pemberi perawatan kesehatan klien.
Standar Vc: Aktivitas perawatan diri
Perawat kesehatan jiwa menyuun intervensi sekitar aktivitas kehidupan sehari-hari pasien untuk mempertahankan perawatan diri serta kesejahteraan jiwa dan fisik.
GAMBARAN KASUS
Klien Nn B 24 ahun,anak ke 4 dari 7 bersaudara ( tiga orang adik lain ibu), dari keluarga bapak A (almarhum) dari ibu I (almarhum), bertempat tinggal dijakarta barat, agama Kristen protestan. Klien masuk rumah sakit tanggal 14 maret 1996, dengan keluhan utama klien sering merobek-robek bajunya, telanjang dan ingin lari dari rumah. Sejak kecil, klien dianggap mengalami gangguan jiwa, dianggap bodoh sehingga klien tidk disekolahkan, dirumah selalu dikucilkan dan tidak pernah diajak berkomunikasi, tidak mempunyai teman dekat dan tidak mempunyai keluarga yang dianggap teman dekat klien. Akibatnya klien sering menyendiri, melamun dan mengatakan bahwa ada suara yang menyuruhnya pergi. Karena klien tidak mau pergi, sebagai gantinya klien disuruh merobek-robek bajunya. Keluarga merasa tidak mampu merawat dan akhirnya membawa klien ke RSJ dengan alasan mau diajak nonton film.
Selama di RSJ, ibu tiri klien tidak pernah menjenguk dan sesekali kakak kandung klien dating ke RSJ untuk membawa pakaian serta membayar biaya obat-obatan tapi kakanya tidak mengakui klien sebagai adiknya.
Dari hasil observasi di dapat data bahwa rambut kotor dan bau, banyak kutu, wajah lusuh, tatapan mata kosong, gigi kuning, banyak kotoran , tercium bau yang tidak enak, telinga kotor, kulit kotor banyak daki, kuku panjang dan kotor, tidak memakai alas kaki. Gaya bicara klien hati-hati, bicara bila ditanya, jawaban singkat. Klien sering duduk sendiri dan banyak tidur.
MASALAH KEPERAWATAN
1. interaksi social, kerusakan
2. perubahan sensori- perceptual
3. kekerasan, resiko tinggi
4. haraga diri rendah kronis
5. intoleransi aktivitas
6. sindrome defisit perawatan diri
7. koping keluarga, inefektif : ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah
8. keteganagn peran pemberi perawatan
POHON MASALAH
Gambaran 3-1. pohon masalah kerusakan intersi social : menarik diri
Diagnosa keperawatan dari pohon masalah pada gbr. 3-1 adalah sebagai berikut :
1. Resiko tinggi melakukan kekerasan yang berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2. perubahan sensori perseptual : halusinasi pendengaran yang berhubungan dengan menraik diri.
3. kerusakan interaksi sosial : menarik diri yang berhubungan dengan harga diri rendah kronis
4. sindrome defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas
5. ketegangan peran pemberi perawatan yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat pasien dirumah
Rencana Tindakan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Nama : Nn. B Ruangan : M RM No :
Diagnosa Rencana tindakan keperawatan
Perubahan sensori perceptual : halusinasi pendengaran yang berhubungan dengan menarik diri.
Data subyektif :
1. nggak mau, males ah kata klien saat diajak berkenalan dengan perawat lain
2. kayaknya gak ada lagi yang mau diomongin, sekarang saya gak mikir apa-apa lagi, kata klien saat ditanya.
3. nggak tahu, malu kata klien saat ditanya nama temannya.
4. dirumah tidak pernah cerita sama siapa-siapa..... saya senang sendirian kata klien ketika ditnyan apakah dirumah suka cerita sama ibu.
5. nggak apa-apa, males aja, pengen duduk sendiri ketika klien ditanya apa sebabnya tidak duduk bersama teman-temannya.
6. mendengar suara yang menyuruh pergi
Data obyektif :
1. klien sering duduk sendiri
2. klien lebih banyak tidur
3. hanya berbicara saat ditanya, jawaban singkat Tujuan Umum : klien dapat mengendalikan halusinasi
Tujuan Khusus :
1. klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
tindakan keperawatan :
1.1 bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip hubungan terapeutik :
- sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal.
- Perkenalkan diri dengan sopan.
- Jelaskan tujuan pertemuan atau hubungan.
- Jujur dan menepati janji
- Selaku kontak mata saat selama interaksi.
- Tunjukan sikap empati dan penuh perhatian kepada klien
- Terima klien apa adanya
- Perhatikan kebutuhab dasar klien
2. klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri dari lingkungan sosial
2.1. kaji pengetahuan klien tentang perilaku menatik diri dan tanda-tandanya
2.2. beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab klien tidak mau bergaul?/ menari diri
2.3. diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri
2.4. diskusikan bersama klien tentang perilaku menari diri, tanda-tanda serta penyebab yang mungkin
2.5. beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan
3. klien dapat berhubungan sosial dengan orang lain secara bertahap.
Tindakan Keperawatan :
3.1 diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan dengan kerugian dari perilaku menarik diri.
3.2 Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap sebagai berikut
Klien – perawat
Klien – perawat- perawat lain- klien lain
Klien – kelompok kecil
Klien – keluarga / kelompok / masyarakat
3.3 beri pujian atas keberhasilan yang dicapai klien
3.4 bantu klien untuk mengevaluasi manfaat dari hubungan
3.5 diskusikan jadwal klien yang dapat di lakukan klien dalam mengisi waktunya
3.6 motivasi klien untuk mengikuti kegiatan dalam ruangan
3.7 beri pujian atas keikutsertaan klien dalam kegiatan diruangan
4. klien mendapat dukungan keluarga mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Tindakan Keperawatan :
4.1 bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- perkenalkan diri
- sampaikan tujuan membuat kontrak
4.2 diskusikan dengan anggota keluarga tentang
- perilaku menarik diri
- penyebab perilaku menarik diri
- akibat yang akan terjadi bila perilaku menarik diri tidak ditangani
- cara keluarga menghadapi klien yang sedang menarik diri
4.3 dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
4.4 anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin dan bergantian mengunjungi klien minimal 1X seminggu
4.5 beri reinforcement positif atas hal-hal yang akan dicapai oleh keluarga
Daftar Pustaka
Doenges, Marylinn E, dkk. 2007. Rencana Asuhan Keperwatan Psikiatri. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna, dkk. 1999. Proses kepearawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W. Buku Saku Keperwatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
Proses keperawatan saat ini tercakup dalam kerangka konsep dari kurikulum keperawatan dan diterima secara legal dalam definisi keperawatan pada kebanyakan praktik tindakan perawat. Proses keperawatan juga merupakan dasar dari Standar Praktik Keperawatan Klinis Kesehatan Mental-Psikiatrik.
Untuk menggunakan proses ini, perawat harus dapat menunjukkan kemampuan dasar pengetahuan, intelegensi, serta kreativitas, dan juga keahlian dalam keterampilan interpersonal dan teknis. Beberapa asumsi kritis yang perlu dipertimbangkan oleh perawat dalam proses pengambilan keputusan, ialah :
Klien adalah manusia yang memiliki harga diri dan martabat.
Individu memiliki kebutuhan dasar manusia yang harus dipenuhi. Apabila tidak terpenuhi, muncul masalah yang memerlukan intervensi dari orang lain hingga individu dapat mulai lagi bertanggung jawab terhadap dirinya sendiri.
Klien memiliki hak untuk jaminan kesehatan dan memperoleh asuhan keperawatan dengan perhatian, cinta kasih, dan kompetensi, yang berfokus pada kesehatan, pencegahan, dan pemulihan.
Hubungan terapeutik antara perawat-klien adalah suatu elemen yang kritis dalam proses ini.
Ruang lingkup dan Standar Praktik Keperawatan Klinis Kesehatan Jiwa menguraikan tingkat kompetensi asuhan keperawatan profesional dan kinerja profesional yang umum untuk perawat yang terlibat di tiap tatanan praktik keperawatan kesehatan jiwa. Standar ini ditujukan kepada perawat yang memenuhi persyaratan pendidikan dan pengalaman praktik baik pada tingkat dasar atau tingkat lanjut keperawatan kesehatan jiwa.
Standar Asuhan
Standar asuhan berhubungan dengan aktivitas keperawatan profesional yang dilakukan oleh perawat sepanjang proses keperawatan. Standar tersebut meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, identifikasi hasil perencanaan, implementasi, dan evaluasi. Proses keperawatan merupakan landasan pengambilan keputusan klinis dan mencakup semua tindakan yang penting dilakukan oleh perwat dalam memberikan asuhan kesehatan jiwa kepada semua pasien.
Kondisi keperawatan dan perilaku keperawatan yang berhubungan dengan tiap standar asuhan keperawatan jiwa terlihat pada gambar berikut.
Standar I: Pengkajian
Perawat kesehatan jiwa mengumpulkan data kesehatan pasien
RASIONAL
Wawancara pengkajian-yang memerlukan keterwampilan komunikasi efektif secara linguistik dan budaya, wawancara, observasi perilaku, tinjauan catatan data dasar, dan pengkajian komprehesif terhadap pasien dan sistem yang relevan- yang memungkinkan perawat kesehatan jiwa untuk membuat penilaian klinis yang logis dan merencanakan intervensi yang tepat bersama pasien.
Standar II: Diagnosis
Perawat kesehatan jiwa menganalisis data pengkajian dalam menentukan diagnosis
RASIONAL
Landasan pemberian asuhan keperawatan kesehatan jiwa adalah pengenalan dan identifikasi pola respons terhadap masalah kesehatan jiwa dan gangguan jiwa yang aktual dan potensial.
Standar III: Identifikasi hasil
Perawat kesehatan jiwa mengidentifikasi hasil yang diharapkan dan bersifat individual untuk pasien.
RASIONAL
Dalam konteks pemberian asuhan keperawatan, tujuan yang paling utama adalah mempengaruhi hasl kesehatan dan meningkatkan status kesehatan pasien.
Standar IV: Perencanaan
Perawat kesehatn jiwa mengembangkan rencana asuhan yang menggambarkan intervensi untuk mencapai hasil yang diharapkan.
RASIONAL
Rencana asuhan digunakan untuk memandu intervensi terapeutik secara sistematis, mendokumentasikan kemajuan, dan mencapai hasil yang diharapkan pada pasien.
Standar V: Implementasi
Perawat kesehatan jiwa mengimplementasikan intervensi yang teridentifikasi dalam rencana asuhan.
RASIONAL
Dalam mengimplementasikan rencana asuhan, perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi yang luas yang dirancang untuk mencegah penyakit fisik dan gangguan jiwa, meningkatkan, mempertahankan, dan memulihkan kesehatan fisik dan jiwa. Perawat kesehatan jiwa memilih intervensi sesuai dengan tingkat praktiknya. Pada tingkat dasar, perwat dapat memilih konseling, terapi lingkungan, dan peningkatan aktivitas perawatan diri, skrining masukan dan evaluasi, intervensi psikobiologis, penyuluhan kesehatan, manajemen kasus, promosi dan pemeliharaan kesehatan, intervensi krisis, perawatan di masyarakat, perawatan kesehatan jiwa di rumah, telehealth, dan berbagai pendekatan lain untuk memenuhi kebutuhan kesehatan jiwa pasien. Selain pilihan intervensi yang tersedia untuk perawat kesehatan jiwa tingkat dasar, pada tingkat lanjut boleh memberikan konsultasi, terlibat dalam psikoterapi, dan membuat resep agens farmakologi sesuai dengan peraturan yang berlaku.
Standar Va: Konseling
Perawat kesehatan jiwa menggunakan intervensi konseling untuk membantu pasien meningkatkan atau memperoleh kembali kemampuan koping, memelihara kesehatan jiwa, dan mencegah gangguan jiwa dan disabilitas.
Standar Vb: Terapi lingkungan
Perawat kesehatan jiwa memberikan, membentuk, dan mempertahankan suatu lingkungan terapeutik dalam kolaborasinya dengan klien dan pemberi perawatan kesehatan klien.
Standar Vc: Aktivitas perawatan diri
Perawat kesehatan jiwa menyuun intervensi sekitar aktivitas kehidupan sehari-hari pasien untuk mempertahankan perawatan diri serta kesejahteraan jiwa dan fisik.
GAMBARAN KASUS
Klien Nn B 24 ahun,anak ke 4 dari 7 bersaudara ( tiga orang adik lain ibu), dari keluarga bapak A (almarhum) dari ibu I (almarhum), bertempat tinggal dijakarta barat, agama Kristen protestan. Klien masuk rumah sakit tanggal 14 maret 1996, dengan keluhan utama klien sering merobek-robek bajunya, telanjang dan ingin lari dari rumah. Sejak kecil, klien dianggap mengalami gangguan jiwa, dianggap bodoh sehingga klien tidk disekolahkan, dirumah selalu dikucilkan dan tidak pernah diajak berkomunikasi, tidak mempunyai teman dekat dan tidak mempunyai keluarga yang dianggap teman dekat klien. Akibatnya klien sering menyendiri, melamun dan mengatakan bahwa ada suara yang menyuruhnya pergi. Karena klien tidak mau pergi, sebagai gantinya klien disuruh merobek-robek bajunya. Keluarga merasa tidak mampu merawat dan akhirnya membawa klien ke RSJ dengan alasan mau diajak nonton film.
Selama di RSJ, ibu tiri klien tidak pernah menjenguk dan sesekali kakak kandung klien dating ke RSJ untuk membawa pakaian serta membayar biaya obat-obatan tapi kakanya tidak mengakui klien sebagai adiknya.
Dari hasil observasi di dapat data bahwa rambut kotor dan bau, banyak kutu, wajah lusuh, tatapan mata kosong, gigi kuning, banyak kotoran , tercium bau yang tidak enak, telinga kotor, kulit kotor banyak daki, kuku panjang dan kotor, tidak memakai alas kaki. Gaya bicara klien hati-hati, bicara bila ditanya, jawaban singkat. Klien sering duduk sendiri dan banyak tidur.
MASALAH KEPERAWATAN
1. interaksi social, kerusakan
2. perubahan sensori- perceptual
3. kekerasan, resiko tinggi
4. haraga diri rendah kronis
5. intoleransi aktivitas
6. sindrome defisit perawatan diri
7. koping keluarga, inefektif : ketidakmampuan keluarga merawat klien dirumah
8. keteganagn peran pemberi perawatan
POHON MASALAH
Gambaran 3-1. pohon masalah kerusakan intersi social : menarik diri
Diagnosa keperawatan dari pohon masalah pada gbr. 3-1 adalah sebagai berikut :
1. Resiko tinggi melakukan kekerasan yang berhubungan dengan halusinasi pendengaran
2. perubahan sensori perseptual : halusinasi pendengaran yang berhubungan dengan menraik diri.
3. kerusakan interaksi sosial : menarik diri yang berhubungan dengan harga diri rendah kronis
4. sindrome defisit perawatan diri yang berhubungan dengan intoleransi aktivitas
5. ketegangan peran pemberi perawatan yang berhubungan dengan ketidakmampuan keluarga merawat pasien dirumah
Rencana Tindakan Keperawatan Kesehatan Jiwa:
Nama : Nn. B Ruangan : M RM No :
Diagnosa Rencana tindakan keperawatan
Perubahan sensori perceptual : halusinasi pendengaran yang berhubungan dengan menarik diri.
Data subyektif :
1. nggak mau, males ah kata klien saat diajak berkenalan dengan perawat lain
2. kayaknya gak ada lagi yang mau diomongin, sekarang saya gak mikir apa-apa lagi, kata klien saat ditanya.
3. nggak tahu, malu kata klien saat ditanya nama temannya.
4. dirumah tidak pernah cerita sama siapa-siapa..... saya senang sendirian kata klien ketika ditnyan apakah dirumah suka cerita sama ibu.
5. nggak apa-apa, males aja, pengen duduk sendiri ketika klien ditanya apa sebabnya tidak duduk bersama teman-temannya.
6. mendengar suara yang menyuruh pergi
Data obyektif :
1. klien sering duduk sendiri
2. klien lebih banyak tidur
3. hanya berbicara saat ditanya, jawaban singkat Tujuan Umum : klien dapat mengendalikan halusinasi
Tujuan Khusus :
1. klien dapat membina hubungan saling percaya dengan perawat
tindakan keperawatan :
1.1 bina hubungan saling percaya
dengan menggunakan prinsip hubungan terapeutik :
- sapa klien dengan ramah, baik verbal maupun non verbal.
- Perkenalkan diri dengan sopan.
- Jelaskan tujuan pertemuan atau hubungan.
- Jujur dan menepati janji
- Selaku kontak mata saat selama interaksi.
- Tunjukan sikap empati dan penuh perhatian kepada klien
- Terima klien apa adanya
- Perhatikan kebutuhab dasar klien
2. klien dapat mengenal perasaan yang menyebabkan perilaku menarik diri dari lingkungan sosial
2.1. kaji pengetahuan klien tentang perilaku menatik diri dan tanda-tandanya
2.2. beri kesempatan pada klien untuk mengungkapkan perasaan penyebab klien tidak mau bergaul?/ menari diri
2.3. diskusikan bersama klien tentang perilaku menarik diri
2.4. diskusikan bersama klien tentang perilaku menari diri, tanda-tanda serta penyebab yang mungkin
2.5. beri pujian terhadap kemampuan klien mengungkapkan perasaan
3. klien dapat berhubungan sosial dengan orang lain secara bertahap.
Tindakan Keperawatan :
3.1 diskusikan tentang keuntungan dari berhubungan dengan kerugian dari perilaku menarik diri.
3.2 Dorong dan bantu klien untuk berhubungan dengan orang lain melalui tahap sebagai berikut
Klien – perawat
Klien – perawat- perawat lain- klien lain
Klien – kelompok kecil
Klien – keluarga / kelompok / masyarakat
3.3 beri pujian atas keberhasilan yang dicapai klien
3.4 bantu klien untuk mengevaluasi manfaat dari hubungan
3.5 diskusikan jadwal klien yang dapat di lakukan klien dalam mengisi waktunya
3.6 motivasi klien untuk mengikuti kegiatan dalam ruangan
3.7 beri pujian atas keikutsertaan klien dalam kegiatan diruangan
4. klien mendapat dukungan keluarga mengembangkan kemampuan klien untuk berhubungan dengan orang lain.
Tindakan Keperawatan :
4.1 bina hubungan saling percaya dengan keluarga :
- perkenalkan diri
- sampaikan tujuan membuat kontrak
4.2 diskusikan dengan anggota keluarga tentang
- perilaku menarik diri
- penyebab perilaku menarik diri
- akibat yang akan terjadi bila perilaku menarik diri tidak ditangani
- cara keluarga menghadapi klien yang sedang menarik diri
4.3 dorong anggota keluarga untuk memberi dukungan kepada klien untuk berkomunikasi dengan orang lain
4.4 anjurkan anggota keluarga untuk secara rutin dan bergantian mengunjungi klien minimal 1X seminggu
4.5 beri reinforcement positif atas hal-hal yang akan dicapai oleh keluarga
Daftar Pustaka
Doenges, Marylinn E, dkk. 2007. Rencana Asuhan Keperwatan Psikiatri. Jakarta: EGC
Keliat, Budi Anna, dkk. 1999. Proses kepearawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC.
Stuart, Gail W. Buku Saku Keperwatan Jiwa Edisi 5. Jakarta: EGC.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar